oleh Natania Prima Nastiti
Sekitar jam setengah satu pagi, aku tidak bisa tidur. Aku masih heran
dengan ucapan Rangga tadi. Tiba-tiba Rangga datang ke rumahku dan
menyatakan perasaannya. Rangga, cowok populer satu itu kenapa bisa
menyatakan perasaannya padaku? Pada cewek yang terisolasi dari
sekolahannya ini? pada cewek yang tidak pernah dianggap ada di
sekolahannya ini?. Aku terus memikirkan itu.
Besoknya tiba-tiba Rangga menhapiriku di kelas. Dia memang mengobrol
dengan teman-temannya tapi, matanya itu... selalu tertuju padaku. Dan
itu membuat aku.. gugup. Khanza, sahabatku pun, menenangkanku. Kemudian
Rangga menghampiriku. “Jawabannya udah, Res?” tanya Rangga. Aku diam
menatapnya. Kemudian aku menundukkan kepalaku, takut.
“Mau ya, Res? Fares?” tanya Rangga lagi. Khanza menyenggol-nyenggolku.
Aku bingung kemudian aku berdiri dan bilang pada Rangga, “tunggu nanti
di taman sekolah. Udah sono lo pergi!”. Kemudian Rangga pergi sambil
menyunggingkan senyuman dibibirnya.
Pulang sekolah aku dan Khanza pergi ke taman menemui Rangga. Kulihat
Rangga sudah duduk menungguku. Aku semakin gugup. Kemudian aku
menghampiri Rangga.
“Kenapa lo nembak gue?” tanyaku gugup,
“Karna gue suka sama lo”, aku menatap kaget Rangga. Kaget dengan jawaban Rangga itu. Kulihat Rangga hanya tersenyum padaku.
“Gue kan nggak populer, Ga. Masih banyak cewek-cewek cantik yang suka sama lo” ucapku lagi. Khanza mengiyakan.
“Tapi gue sukanya sama lo dan gue mau lo jadi pacar gue!” sahut Rangga
tegas. Entah mengapa aku begitu bodoh kala itu. Tiba-tiba saja aku
bilang iya pada Rangga. Apa mungkin karena aku ketakutan sampai
bertindak bodoh seperti ini? padahal aku tau, menjadi pacar Rangga, sama
saja menjadi putri bagi pangeran. Pasti banyak cewek-cewek yang akan
mencabik-cabikku.
Benar saja dugaanku, ternyata berita aku pacaran dengan rangga sudah
tersebar seantero sekolahan. Cewek-cewek memandang sinis kearahku. Aku
pun tidak berani keluar kelas karena itu. Padahal, di dalam kelas pun
aku sudah muak mendengar sindiran teman-temanku. Ingin rasanya aku
keluar dari sekolah ini.
Tiba-tiba geng Black Devil, geng yang anggotanya cewek-cewek cantik nan
seksi itu menghampiriku. Bunga, ketua geng itu menggebuk mejaku. “Dasar
cewek nggak tau diri! Udah jelek belagu lagi! Lo kan tau siapa yang
berhak dapetin Rangga! Lo pasti mandi kembang empatbelas rupa buat
nyihir Rangga kan! Lo pasti main dukun! Cuihh!” bentaknya sambil
meludah. Aku tidak terima dengan bentakan itu. Kemudian tanpa kusadari,
aku menggebuk meja juga. Daripada malu karena sudah menggebuk meja,
akhirnya aku membentak Bunga ganti.
“Gue nggak pernah ke dukun ya! Rangga yang nyatain perasaannya ke gue
duluan! Gue juga nggak percaya dengan apa yang dilakuin tuh orang! Dan
gue sebenernya nggak tertarik dengan ucapan Rangga karena gue tau cuma
lo yang bisa dapetin Rangga! Tapi gue pikir, its time for chage! So, gue
terima dia” bentakku ganti dan pergi meninggalkan kelas. Aku yakin
pasti Khanza kaget dengan ucapanku.
Saat akan keluar kelas, aku melihat Rangga menatapku dalam. Kubalas
tatapan Rangga dengan tatapan sebal dan benci. Dasar cowok! Kenapa dia
nggak ngebantu gue ngadepin Bunga?! Ucapku dalam hati.
Keluar toilet, tiba-tiba Aldo, salah satu teman Rangga mendatangiku.
“Gue surprise banget sama ucapan lo tadi waktu ngebentak bunga. Semoga
nantinya lo kuat saat tau yang sebenernya ya” ucap Aldo tersenyum
kemudian pergi meninggalkanku. Aku diam dengan tanda tanya besar
dikepala. Apa maksud perkataan Aldo itu?
Setelah tiga bulan berpacaran dengan Rangga, aku semakin terbiasa dengan
keadaan. Cewek-cewek juga terlihat sudah cuek dengan hubunganku dengan
Rangga. Walaupun masih ada yang suka menyindirku, tapi Rangga bilang
cuek saja dengan hal itu. Black Devil juga sudah tidak pernah
menyindirku lagi. Yah, walaupun mereka terutama Bunga masih suka deketin
Rangga, tapi biarlah. Rangga memang cowok populer yang pantas dideketin
sama cewek populer juga.
Malam itu, Rangga datang ke rumahku. Aku yang sedang belajar, kaget saat
Mama bilang ada Rangga. Dengan hanya mengenakan celana pendek dan baju
bergambar doraemon, buru-buru aku turun kebawah, ke ruang tamu.
Kemudianku sapa Rangga yang sedang duduk. Rangga menatapku sejenak,
kemudian disapanya aku balik. “Pergi yuk! Gue lagi suntuk nih” ucap
Rangga. Aku menggeleng dengan alasan ingin belajar. “Udahlah, belajar
kan bisa entar-entar. Gue tunggu empat puluh lima menit dari sekarang!
Cepet!” ucap Rangga kemudian dan menyuruhku ganti baju. Aku pun akhirnya
menuruti.
Sesuai janji, empat puluh lima menit kemudian aku turun dari kamar
dengan menggunakan dress berwarna krem ungu seatas dengkul tapi tetap
dengan sepatu kets unguku. Sebenarnya bajuku ini ku sesuaikan dengan
baju dalaman Rangga yang berwarna krem dan blazer coklatnya Rangga.
Kemudian kuhampiri Rangga yang menatap padaku. Aku tidak mengerti kenapa
dia menatapku seperti itu. Ku goyang-goyangkan tanganku kekanan dan
kekiri tepat didepan wajah Rangga. Kemudian Rangga sadar dan bilang, “lo
cantik, Fares. Kenapa gue nggak dari dulu sadar ya? Hehe. Ayo!”.
Kemudian aku dan Rangga pergi dinner malam itu.
Setelah dinner Rangga mengajakku ke tempat seperti sebuah taman. Tapi
kulihat jarang ada orang di taman itu. Kemudian Ranga menyuruhku duduk
dibangku dekat lampu taman. Remang-remang aku melihat wajah Rangga yang
terlihat gugup. Kenapa dia? Tanyaku dalam hati.
Kemudian saat kami berdua sedang mengobrol, tiba-tiba Rangga menggenggam
tanganku. Aku sudah pasti gugup. Jantungku berdetak cepat dari
biasanya. Kami berdua saling pandang. Kemudian Rangga semakin mendekat
denganku. Dipeluknya tubuhku ini. aku juga bisa merasakan detak jantung
Rangga. Jantung itu sama sepertiku, berdetak dengan cepat. Setelah
memelukku, kemudian Rangga mencium keningku. Seumur-umur aku belum
pernah dilakukan seperti ini. rangga adalah cowok pertamaku. Cowok
pertama yang menciumku. Kemudian didekatkannya wajah Rangga ke
telingaku. Lalu dia berkata, “gue suka sama lo, Res. Lebih dari suka
bahkan”, Rangga kemudian tersenyum dan memelukku lagi. Aku kaget tak
percaya.
Ucapan Rangga tadi malem benar-benar buat aku jadi senyum-senyum
sendiri. Aku seperti orang gila! Apa mungkin aku mulai jatuh cinta? Sama
Rangga? Cowok populer itu? Apa mungkin ucapannya tadi malam sungguhan?
Tanyaku dalam hati. Khanza tiba-tiba bertanya, “lo kenapa sih, Res? Dari
tadi gue perhatiin... senyum-senyum sendiri?”. “Gue lagi jatuh cinta,
Za” jawabku sambil senyum-senyum. “Sama Rangga? Nggak mungkin! Dia Cuma
mainin elo doang tau! Sadarrr!!!!!” teriak Khanza kemudian. Teman-teman
yang lainnya lantas menatap kesal kearah aku dan Khanza.
Kutarik Khanza keluar kelas. Kami pun ke kantin. Disana aku mulai
menjelaskan semuanya. “Pertamanya gue juga mikir Rangga cuma main-main,
Za. Tapi liat, udah tiga bulan lebih gue sama dia sekarang. Gue kira
pasti cuma dua hari gitu. Kejadian tadi malem, bener-bener buat gue
yakin kalo Rangga beneran sama gue, Za. Dia pasti serius sama gue”
ucapku panjang-lebar. Khanza kemudian menarik nafas. “Terserah lo deh,
Res. Mungkin menurut lo ini yang terbaik. Yah, semoga aja pemikiran lo
itu bener. Rangga serius dengan lo! Eh tapi, kalo kenyataannya
sebaliknya, lo nggak boleh down dan harus terima semuanya, oke?” sahut
Khanza kemudian. Aku mengangguk menjawab sahutan Khanza. Kemudian aku
memeluk senang sahabatku itu.
Seminggu kemudian, aku dan Rangga semakin dekat dan semakin sering
keluar. Sekedar ke toko buku atau jalan-jalan. Hingga pada pagi itu,
sekitar jam 10 pagi, aku kebelet buang air kecil. Aku pun berlari
secepat mungkin agar cepat sampai ke toilet. Terdengar suara Rangga di
salah satu kelas. Aku pun berhenti berari dan melihat Rangga dan
teman-temannya.
“Ga, lo udah berhasil naklukin Fares selama tiga bulan! Lo juga udah
dapet duit imbalan kan? Enak jadi lo, Ga! Tapi kenapa lo mau terus-terus
deket sama dia? Sama cewek jelek kayak dia! Ini Cuma taruhan, Ga! Dan
lo udah menangin taruhan itu. Masih banyak kan cewek cantik lainnya dari
pada dia? Bunga contohnya, yang udah bener-bener ngejar lo gitu. Kenapa
pake acara seminggu lo deket sama dia, Ga? Sedeng lo!” ucap salah satu
temannya Rangga saat itu. Aku lihat ada Aldo juga disana. Aku
benar-benar terkejut dengan ucapan itu. Taruhan?! Aku hanya dijadikan
taruhan oleh Rangga dan teman-temannya?! Dasar! Semuanya biadap!
Teriakku dalam hati.
Kemudian aku berlari balik ke dalam kelas dan mengambil tasku. Tidak
peduli ada guru saat itu juga. Air mata sudah mengalir dipipiku. Hatiku
benar-benar sakit. Omongan Khanza benar, Rangga tidak akan pernah suka
padaku. Kenapa aku bodoh begini?! Cinta benar-benar membuat orang gila!
Ucapku dalam hati.
Dua hari ini aku tidak berangkat kesekolah. Aku juga sudah menceritakan
semuanya pada Mama, jadi Mama pun memaklumi. Kemarin Khanza juga sudah
datang ke rumah. Menanyakan kenapa aku nekad mengambil tas lalu pulang
padahal masih ada guru. Aku juga sudah menceritakan semuanya pada
Khanza. Khanza hanya menyemangatiku. Aku tidak bisa memegang janjiku
pada Khanza. Aku tidak bisa kalau tidak down begini. Hatiku benar-benar
sakit mendengar dengan kuping sendiri kalau aku hanya dijadikan
permainan orang-orang saja. Aku sedih dan terpuruk.
Malamnya tiba-tiba saja Mama bilang ada yang mencariku. Tadinya aku
tidak mau turun dan menumuin orang itu, tapi karna Mama memaksa,
akhirnya aku turun dengan mata bengkak karena menangis. Lelaki itu
membelakangiku. Saat kusapa, ternyata... Aldo?
“Ngapain kesini?!” tanyaku ketus. “Gue kesini nggak disuruh Rangga kok.
Gue kesini ya mau jelasin semuanya ke elo, Res. Gue tau kalo lo udah tau
semuanya” jawab Aldo tenang. “Tau kalo gue cuma jadi bahan taruhan?”
tanya gue kemudian. Aldo hanya mengangguk malu. Ingin sekali aku
mencekik cowok di depanku ini. karena bagaimanapun juga, dia ikut andil
dalam taruhan ini. karena kulihat saat itu, dia ada disana.
“Kita emang jadiin lo bahan taruhan, Res. Kita semua minta maap karena itu. Kita jadiin lo bahan taruhan ya.. karna lo itu lugu. Jadi pasti gampang mengaruhinya, Res. Tiga bulan, Res. Cuma tiga bulan kita nyuruh Rangga deketin elo tapi.. lo tau sendiri kan? Tiga bulan lebih Rangga malah deketin lo terus. Ya, walau belum dapet penjelasan dari Rangga.. tapi gue yakin dia mulai suka sama lo, Res. Dia suka serius sama lo!” jelas Aldo menatapku. Aku terdiam. Memikirkan ucapan Aldo itu
“Nggak! Gue udah nggak yakin lagi! Gue nggak percaya ucapan lo, Do! Lo sama aja kayak cowok lainnya dan Rangga! Gue nggak bisa percaya elo!” teriakku kemudian berlari ke kamar dan meninggalkan Aldo
Besoknya pun aku kembali ke sekolah. Sebelum sampai kelas, tiba-tiba geng Black Devil menghampiriku. Mereka semua kemudian tertawa. “nggak mungkin Rangga beneran suka sama lo, kampung!” ucap Bunga kemudian pergi diikuti teman-temannya. Aku langsung berlari ke kelas. Aku terus menahan air mata yang mulai menetes, tapi usahaku gagal. Air mata itu menetes juga. Aku benar-benar bodoh
Pulang sekolah, entah kenapa langkah kakiku malah pergi ke taman dulu Rangga mengajakku. Aku hanya ingin sendiri. Dan kurasa, taman ini cocok untuk hatiku. Tempat yang tenang dan damai. Aku juga duduk di bangku yang sama seperti dulu saat aku berdua dengan Rangga. Tiba-tiba teringat hari itu lagi. Dimana saat Rangga mengucapkan kata itu. Sekarang semua sirna. Ternyata ucapan itu hanya pura-pura. Rangga, cowok itu... harusnya aku sadar..
Sampai sore aku hanya duduk dibangku dekat lampu taman. Memandang kosong ke depan. “Bukan maksud gue begitu, Res”, tiba-tiba ucapan itu membuyarkan lamunanku. Aku pun menengok kesamping. Kulihat Rangga duduk disampingku sambil memandang kearah depan juga. Kemudian aku ikut memandang kearah depan juga. Air mataku mulai menetes. Ingat perkataan temannya Rangga waktu itu. Saat aku hanya dijadikan bahan taruhan.
“Kenapa lo jahat banget sih, Ga! Gue tau, gue emang cewek lugu yang nggak ngerti apa-apa malah lo itu pacar pertama gue! Tapi.. seenggaknya lo mikir perasaan gue dong! Kata-kata sayang itu.. kata-kata itu.. ternyata hanyalah kiasan! Ternyata lo nggak bener suka apalagi sayang sama gue. Tapi thanks karna dengan itu.. gue belajar buat nggak cepet kemakan dengan ucapan bullshit cowok!” ucapku. Rangga kemudian menggenggam tanganku. Dihadapkannya aku pada dirinya
“Gue salah, Res. Malah karna taruhan itu.. emm.. gue.. gue.. beneran suka.. sama.. sama.. lo. Ini sungguhan, Res! Ini perasaan gue sama lo! Karena taruhan itu gue su.. gue suka sama lo! Maap karena kebodohan gue udah bohongin lo, Res. Gue bener-bener minta maap tentang taruhan itu, Res. Sekarang.. gue bener-bener jatuh cinta sama lo” jelas Rangga. Aku hanya melihat wajah cowok itu. Kali ini aku yakin, Rangga benar-benar mengucapkan dari hati. Aku melihat ketulusan di wajah tampan Rangga itu
“Fares, gue sayang sama lo” ucap Rangg lagi kemudian memelukku. Memeluk eratku seakan tidak mau melepaskannya. Entah kenapa, aku merasa nyaman dengan pelukan itu. Tiba-tiba aku membalas pelukan itu. Aku benar-benar yakin.. Rangga menyayangiku sebagai pacarnya. Aku juga sayang sama kamu, Ga. Ucapku dalam hati kemudian tersenyum.
THE END